Sabtu, 08 Agustus 2015

Turunnya Performa Broiler

Joko Susilo peternak broiler asal Bogor beberapa waktu lalu sempat mengeluhkan kejadian perlambatan tumbuh broiler di rentang Maret hingga Mei lalu. ”Kondisi performa ayam merosot tajam, mulai terasa Maret setelah ada gonjang ganjing harga akan naik tapi nggak jadi naik,” ujarnya kepada TROBOS Livestock (8/6).

Gejala stagnasi bobot ayam atau perlambatan pertumbuhan ayam teramati oleh Joko saat ayam memasuki umur 3 minggu. Ia menjelaskan, biasanya umur 3 minggu sudah mencapai bobot sekitar 950 gram, tetapi waktu itu hanya mencapai bobot sekitar 850 gram. ”Sejak Maret lalu feed intake pakan masuk tapi bobotnya tidak tercapai. Satu hal kalau saya pikir, nggak mungkin menyalahkan alam walaupun memang saat Maret-April sempat terjadi pergantian cuaca dari hujan ke kemarau,” ungkap Joko.

Efisiensi pakan rendah, lanjut dia, konsumsi pakan 100 gram yang menjadi daging paling banter hanya 50 gram. ”Pakan yang dikonsumi tidak sempurna tercerna, kotoran ayam masih berbentuk butiran pakan,” ujar Joko. Ia punya dugaan, kejadian ini disebabkan  karena kualitas DOC (ayam umur sehari) yang kurang bagus. ”Waktu itu kan harga DOC sedang hancur banget. Bisa saja seleksinya nggak bener jadi kualitasnya juga menurun,” tuturnya.

Meski demikian Joko tak menampik ada beberapa farm yang performanya tetap bagus. ”Mungkin dengan perbaikan anajemen dan kualitas airnya di kandang,” ungkap Joko. Ia menambahkan, bisa jadi tidak hanya dari aspek DOC, menurut dia kualitas pakan juga turut berkontribusi. Parameternya ketika konsumsi ayam diberikan sesuai kebutuhan, biasanya pagi sudah harus habis ini pakan masih tersisa. ”Ayam tidak sempurna menghabiskan pakannya, masih banyak sisa butiran bubuk dari pakannya karena pakan yang lebih kecil dan mudah pecah,” ungkap Joko. Ia pun sempat melontarkan protes ke perusahaan pakan terkait hal tersebut.

Menurut Joko fenomena ini hampir merata terjadi pada kebanyakan peternakan di Jabodetabek, meskipun di beberapa lokasi ada juga yang tidak mengalami. Kejadian di wilayah Jabodetabek, utamanya dialami pada peternakan dengan tingkat density (kepadatan) yang terlalu tinggi, mencapai 10 – 12 ekor per m2 untuk kandang open, sehingga cekaman panas dan perubahan suhu efeknya sangat terlihat di kandang. ”Data yang saya dapatkan, untuk beberapa lokasi di Bogor Barat yang cuacanya lebih dingin, performa kandang masih bisa tercapai sesuai target,” ungkap joko.

Sumber : Majalah Trobos

0 komentar:

Posting Komentar